Belitung, Inspirasiberita | Pengusaha perkebunan kelapa sawit Sakku, asal Kabupaten Belitung merambah kawasan hutan lindung untuk menanam sawit di Telok Dalam, Desa Sungai Samak, Badau, Belitung.
Hal itu dikatakan oleh salah seorang sumber yang tidak ingin disebutkan namanya, yang bekerja di KPHL Belantu Mendanau, Dinas Kehutanan Provinsi Bangka Belitung, Minggu (15/12/2024).
Ia mengatakan bahwa sawit yang ditanam pada tahun 2022 seluas 6 – 8 hektar. Kini sawit Sakku masuk dalam penyelidikan Unit Tipiter Bareskrim Polri.
“Sakku itu kan bukan cuma dipanggil tapi sudah pernah diperiksa,” kata Sumber yang bisa dipertanggung jawabkan.
Sebelumnya, Sakku mengklaim bahwa lahan yang ia tanam lahan tidak masuk kawasan hutan lindung, bahwa sudah di daftarkan dalam Program TORA (Tanah Objek Reforma Agraria).
Ia menjelaskan, bahwa Program TORA itu lahan perkebunan kelapa sawit yang masuk dalam hutan lindung, tetapi tora diperuntukan untuk Fasilitas umum (fasum) dan Fasilitas Sosial.
“Kata untuk masjid atau permukiman masyarakat salah satunya yang lahannya masuk dalam kawasan hutan, bukan untuk lahan sawit di dalam HL,” ujarnya.
Untuk kawasan hutan lindung sendiri hanya bisa di manfaatkan oleh masyarakat dalam bentuk HKM atau perhutanan sosial untuk sektor pariwisata, bukan perkebunan kelapa sawit.
Banyak Peta Bodong Yang Dimamfaatkan Oknum
Menurutnya perambahan hutan lindung yang di alih fungsikan untuk menanam sawit bisa dikenakan hukum pidana, merujuk pada Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja terbit dan pata 6614 tahun 2021.
“Ternyata UU CK sudah disahkan, mereka nanam otomatis kena, kaya kemaren mabes polri yang datang, mereka ngecek. Sakku sudah melanggar aturan UU CK,” tuturnya
Namun ia menjelaskan, Sakku merupakan salah seorang pengusaha kelapa sawit dari 11 orang lainnya yang di layangkan surat pemanggilan oleh Bareskrim Polri.
Hal itu karena memankai peta 357 yang tidak jadi disahkan karena tidak sinkron antara peta buatan Provinis Kepulauan Bangka Belitung dan peta Kabupaten Belitung.
“Harusnya peta itu tidak boleh dikeluarkan, karena kan belum disahkan. Ternyata pada saat waktu dimanfaatkan dari mafia tanah pada saat itu,” katanya lagi.
Peta tersebut lah yang dulunya banyak dimanfaatkan oleh mafia tanah, termasuk oknum pejabat KPHL Belantu Mendanau pada saat itu, yang sekarang sudah berada di dalam penjara atas kasus korupsi pemanfaatan hutan.
“Seharusnya peta itu dibuang, tapi dimanfaatkan dari mafia tanah. Tapi Sakku ini susah kami ingatkan jangan melakukan penanaman baru, tapi Sakku malah menanam. Itu bisa kenak ancaman pidana,” pungkasnya. (Tim)